Deterjen
Produk yang
disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan
turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen adalah
Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15)
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+
dan ROSO3- Na+)
yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin
dan olefin).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai
dikembangkan akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di
biodegradabel maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang
biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS. Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan
penurun tegangan permukaan, misalnya : p – alkilbenzena sulfonat dengan gugus
alkil yang sangat bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada
cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel – Craft Sulfonasi, yang
disusul dengan pengolahan dengan basa.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan
zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air)
dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan
bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier
Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam
Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl
Ethylenediamines)
2. Builder (Permbentuk) berfungsi
meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan
mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates (Sodium Tri Poly
Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra
Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan
deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah
kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan
sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan
untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna
dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.
Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh :
Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke
dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti
Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme
meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis
inilah yang menyebabkan pencemaran air.
Contoh: Alkil
Benzena Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan
mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat atau
Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil
Benzena maka persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25
+ SO3 -------- C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena
Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat
2.
Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun
tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif
lagi setelah dipakai .
Contoh: Lauril
Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses
pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat
pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH
+ H2SO4 -------- C12H25OSO3H
+ H2O
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan
NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian,
namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:
1. Personal
cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci
tangan, dll.
2. Laundry,
sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di
masyarakat.
3. Dishwashing
product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan
manual maupun mesin pencuci piring.
4. Household
cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan
porselen, plastik, metal, gelas, dll.
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai
kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman
dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain,
karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak
diragukan lagi.
Adapun bahan baku untuk Pembuatan Deterjen, yaitu:
1. Bahan Aktif
Bahan aktif ini merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam pembuatan deterjen. Secara kimia bahan kimia ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate. Sodium lauryl sulfonate dengan beberapa nama dagang dengan nama texapone, Emal, luthensol, dan neopelex. Secara fungsional bahan mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif ini mempunyai busa banyak dan bentuknya jel (pasta).
1. Bahan Aktif
Bahan aktif ini merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam pembuatan deterjen. Secara kimia bahan kimia ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate. Sodium lauryl sulfonate dengan beberapa nama dagang dengan nama texapone, Emal, luthensol, dan neopelex. Secara fungsional bahan mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif ini mempunyai busa banyak dan bentuknya jel (pasta).
2. Bahan pengisi
Bahan ini berfungsi sebagai bahan pengisi dari keseluruhan bahan baku. Pemberian bahan pengisi ini dimaksudkan untuk memperbesar atau memperbanyak volume. Keberadaan bahan ini dalam deterjen semata-mata dilihat dari aspek ekonomis. Bahan pengisi deterjen disini menggunakan sodium sulfat (Na2SO4). Bahan lain sebagai pengisi deterjen dapat mengguanakan tetra sodium pyroposphate dan sodium sitrat. Bahan ini berbentuk serbuk, berwarna putih dan mudah larut dalam air.
Bahan ini berfungsi sebagai bahan pengisi dari keseluruhan bahan baku. Pemberian bahan pengisi ini dimaksudkan untuk memperbesar atau memperbanyak volume. Keberadaan bahan ini dalam deterjen semata-mata dilihat dari aspek ekonomis. Bahan pengisi deterjen disini menggunakan sodium sulfat (Na2SO4). Bahan lain sebagai pengisi deterjen dapat mengguanakan tetra sodium pyroposphate dan sodium sitrat. Bahan ini berbentuk serbuk, berwarna putih dan mudah larut dalam air.
3. Bahan penunjang
Salah satu contoh bahan penunjang deterjen adalah soda abu (Na2CO3) yang berbentuk serbuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi sebagai meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam deterjen tidak boleh terlalu banyak, sebab dapat menimbulkan efek panas pada tangan saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lainnya adalah STPP (sodium tripoly posphate) yang juga penyubur tanaman. Ini dapat dibuktikan air bekas cucian disiramkan ke tanaman akan menjadi subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yng merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Salah satu contoh bahan penunjang deterjen adalah soda abu (Na2CO3) yang berbentuk serbuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi sebagai meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam deterjen tidak boleh terlalu banyak, sebab dapat menimbulkan efek panas pada tangan saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lainnya adalah STPP (sodium tripoly posphate) yang juga penyubur tanaman. Ini dapat dibuktikan air bekas cucian disiramkan ke tanaman akan menjadi subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yng merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
4.Bahan Tambahan (aditif)
Bahan tambahan ini sebenarnya tidak harus ada didalam pembuatan deterjen. Namun demikian, produsen mencari hal-hal baru untuk mengangkat nilai dari deterjen itu sendiri. Salah satu contoh bahan tambahan ini adalah CMC (Carboxyl methyl cellulose). Bahan ini berbentuk serbuk putih yang berfungsi mencegah kotoran kembali ke pakaian.
Bahan tambahan ini sebenarnya tidak harus ada didalam pembuatan deterjen. Namun demikian, produsen mencari hal-hal baru untuk mengangkat nilai dari deterjen itu sendiri. Salah satu contoh bahan tambahan ini adalah CMC (Carboxyl methyl cellulose). Bahan ini berbentuk serbuk putih yang berfungsi mencegah kotoran kembali ke pakaian.
5. Bahan Wangi
Keberadaan bahan wangi ini sangat penting keberadaannya, sebab suatu deterjen dengan kualitas baik bila menberi parfum salah akan berakibat fatal dalam penjualan. Parfum untuk deterjen bentuknya cair kekuning-kuningan.
Keberadaan bahan wangi ini sangat penting keberadaannya, sebab suatu deterjen dengan kualitas baik bila menberi parfum salah akan berakibat fatal dalam penjualan. Parfum untuk deterjen bentuknya cair kekuning-kuningan.
Komposisi
Pembuatan Deterjen:
1. Texapon
2. Na2SO4 secukupnya
3. NaHCO3 25%
4. NaCO3 7%
5. STPP / CMC secukupnya
6. Parfum secukupnya
1. Texapon
2. Na2SO4 secukupnya
3. NaHCO3 25%
4. NaCO3 7%
5. STPP / CMC secukupnya
6. Parfum secukupnya
Peralatan yang dibutuhkan :
1. Wadah
2. Pengaduk kayu
3. Saringan deterjen
Cara Membuat Deterjen:
1. Texapon + NaHCO3 aduk rata
2. (1) + Na2CO3 aduk rata
3. (2) + Na2SO4 aduk rata
4. (3) + STPP/CMC aduk rata
5. Diayak dan keringkan
6. Parfum
7. Siap dipasarkan
Kelebihan Deterjen ini- Daya bersihnya kuat atau membersihkan kotoran yang membandel.- Direndam berhari-hari baju tidak akan menimbulkan bau.- Hemat air karena hanya sekali bilas.
1. Texapon + NaHCO3 aduk rata
2. (1) + Na2CO3 aduk rata
3. (2) + Na2SO4 aduk rata
4. (3) + STPP/CMC aduk rata
5. Diayak dan keringkan
6. Parfum
7. Siap dipasarkan
Kelebihan Deterjen ini- Daya bersihnya kuat atau membersihkan kotoran yang membandel.- Direndam berhari-hari baju tidak akan menimbulkan bau.- Hemat air karena hanya sekali bilas.
fontnya susah dibaca -______--
BalasHapus